Jumat, 28 September 2012

Perlu Data yang Rapat untuk Bangun PLTN


JAKARTA,  - Untuk mendapatkan data memadai demi tingkat keamanan yang tinggi untuk pembangkit tenaga listrik nuklir, dibutuhkan data seismik yang rapat. Selain itu, data sejarah saja tidak cukup untuk mendapatkan data yang cukup aman bagi pembangkit listrik tenaga nuklir.

Demikian, antara lain, diungkapkan para penyaji makalah dalam International Seminar on the Effect of Earthquake and Tsunami to Nuclear Power Plant yang diadakan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), JICC (Japan Atomic Industrial Forum/JAIF International Cooperation Center), dan ITB di Jakarta, Kamis (27/9/2012).

”Data historis bisa kurang bermanfaat karena akan banyak kekurangan (lack),” ujar Leonello Serva dari European Academy of Sciences and Arts. Data yang meliputi data historis, geologi, dan seismik memang amat penting.

Kerapatan data juga menjadi penting untuk mendapatkan data sebanyak mungkin guna mengetahui stabilitas area, karakter seismotektonik, mengenali pergerakan patahan baru, serta patahan-patahan lain yang penting untuk menilai potensi ancaman gempa seismik, pergeseran permukaan, serta bukti-bukti dari sedimentasi.

Radius penelitian bisa mencapai jari-jari 5 kilometer untuk penyelidikan lokasi. ”Data harus dibuat dengan jaringan yang rapat dengan strong motion seismometer dan pendataan harus dibuat dari berbagai arah,” ujar Antonio R Godoy dari tim penyelidikan proyek evaluasi Pulau Bangka untuk lokasi pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).

Optimistis bangun PLTN

Sementara itu, Kepala Pusat Pengembangan Energi Nuklir Batan Sarwiyana Sastratenaya menegaskan, Batan optimistis membangun PLTN. Ditetapkan tahun 2016-2019 PLTN harus sudah beroperasi. Di sisi lain, dia mengatakan, untuk membangun satu PLTN dibutuhkan waktu 10-15 tahun.

Saat ini, Indonesia intensif melakukan penelitian untuk memperhitungkan rute akses (laut, darat, dan sebagainya) serta bahaya jika gagal, apa efek terhadap lingkungan. Tahun ini merupakan tahun ketiga tahapan penyelidikan dan persiapan.

Di Bangka, akan dibangun PLTN dengan kapasitas 8.000 megawatt (MW) di Bangka Selatan dan 10.000 MW di Bangka Barat. Selain Bangka, Indonesia juga menyiapkan dua lokasi lain, yaitu di Muria, Jawa Tengah, dengan kapasitas 7.000 MW dan Banten berkapasitas 5000 MW.

”Proyeksi yang dibuat Dewan Energi Nasional menyebutkan, tahun 2025, Indonesia membutuhkan listrik 115.000 MW. Saat ini baru ada sekitar 80000 MW,” ujar Sarwiyana. Program di Muria saat ini dihentikan sementara karena masalah sosial.

Tentang potensi ancaman bencana terkait dengan posisi Indonesia di lingkaran cincin api, Sarwiyana mengatakan, ”Sebenarnya tidak seluruh wilayah Indonesia ada di wilayah cincin api. Tetapi, harus dibuat survei untuk melihat ancaman yang bisa timbul.”

Sementara itu, penasihat proyek JICC, Takehiko Mukaiyama, menegaskan, Pemerintah Jepang sekarang memiliki misi untuk memberikan penjelasan kepada semua negara yang akan membangun PLTN.

”Jangan mengulangi kesalahan kami dengan PLTN Fukushima,” ujarnya. Kesalahan yang dilakukan Jepang adalah ada gempa besar yang tidak dicantumkan. yaitu gempa Tohoku berkekuatan 9,0 magnitudo (M 9,0), dalam pertimbangan bangunan PLTN.

Ketika terjadi tsunami pada Maret 2011, PLTN Fukushima mengalami kebocoran. Kini, Pemerintah Jepang belum memutuskan akan terus menggunakan PLTN atau tidak.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar